Minggu, 14 Desember 2008

Apakah rumusan indikator pencapaian kompetensi
pada silabus dan RPP Anda sudah tepat?

Perencanaan pembelajaran yang bermutu adalah tahap awal dari terwujudnya proses pembelajaran yang efektif dan efisien. Hal itu adalah pesan yang diamanatkan oleh Standar Nasional Pendidikan pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19/2005 pasal 19 tentang Standar Proses. Pada pasal 19 ayat 3 dinyatakan bahwa setiap satuan pendidikan (sekolah) melakukan perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran untuk terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan efisien. Pada pasal 20 dinyatakan bahwa perencanaan proses pembelajaran meliputi silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang memuat sekurang-kurangnya tujuan pembelajaran, materi ajar, metode pengajaran, sumber belajar dan penilaian hasil belajar. Dengan demikian setiap sekolah harus mempunyai silabus dan RPP. Silabus dan RPP itu menjadi bagian dari dokumen kurikulum atau yang lebih populer disebut dokumen KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) tiap sekolah.

Berdasarkan uraian pada pasal 19 dan 20 PP Nomor 19/2005 maka penyusunan silabus yang bermutu dan bermakna adalah suatu kewajiban. Untuk membuat silabus yang bermutu diperlukan pemahaman yang baik tentang prinsip-prinsip dan langkah-langkah mengembangkan silabus. Menurut BSNP (2006) ada 7 (tujuh) langkah mengembangkan silabus, yaitu: (1) mengkaji standar kompetensi dan kompetensi dasar, (2) mengidentifikasi materi pokok, (3) mengembangkan pengalaman belajar siswa dalam kegiatan pembelajaran, (4) merumuskan indikator keberhasilan belajar, (5) penentuan jenis penilaian, (6) menentukan alokasi waktu, (7) menentukan sumber belajar. Langkah ke-4 adalah merumuskan indikator keberhasilan belajar yang tidak lain adalah mengembangkan indikator pencapaian kompetensi dasar (KD) pada pembelajaran yang berorientasi kompetensi.

Kewajiban guru mengembangkan indikator pencapaian KD juga diuraikan pada Permendiknas Nomor 20 Tahun 2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan. Pada bagian Penilaian oleh Pendidik (bagian E) diuraikan sembilan macam tugas pendidik (baca:guru) dalam kegiatan penilaian hasil belajar yang salah satu diantaranya adalah mengembangkan indikator pencapaian KD dan memilih teknik penilaian yang sesuai pada saat menyusun silabus mata pelajaran. Ini berarti bahwa setiap guru dituntut agar mampu mengembangkan indikator pencapaian KD dan pengembangannya dilaksanakan pada saat menyusun silabus pembelajaran. Hal itu mempertegas tuntutan tugas guru yang diuraikan pada Standar Kompetensi Guru Mata Pelajaran di SD/MI. SMP/MTs, SMA/MA dan SMK/MAK bagian kompetensi pedagogik (Permendiknas Nomor 16/2007) yaitu bahwa salah satu kompetensi guru adalah mengembangkan indikator dan instrumen penilaian.

Pengalaman penulis berdialog dengan para guru SD, guru mata pelajaran matematika SMP, SMA dan SMK tentang pengembangan silabus dan RPP melalui berbagai forum menunjukkan bahwa masih banyak rumusan indikator pencapaian KD pada silabus dan RPP yang diterapkan belum sesuai dengan kondisi siswa. Kami melihat silabus dan RPP yang digunakan para guru di sekolah diperoleh dengan cara yang bervariasi. Ada yang dibuat sendiri secara individu, dibuat secara kelompok di sekolah atau bersama sekolah lain, dibuat di forum KKG/MGMP, diadaptasi dari buatan sekolah lain/KKG/MGMP/contoh dari BSNP, atau diadopsi dari buatan sekolah lain/KKG/MGMP/contoh dari BSNP. Apapun cara memperoleh silabus dan RPP seharusnyalah ketika akan digunakan, terlebih dahulu dilakukan pengkajian yang tujuannya untuk melihat kesesuaiannya dengan karakteristik siswa. Seperti apakah rumusan indikator pencapaian KD yang sesuai atau tepat untuk siswa? Bila Anda guru, silakan Anda mencermati uraian berikut ini kemudian menelaah kesesuaiannya dengan kualitas silabus dan RPP yang sedang atau pernah Anda gunakan dan penulis berharap Anda dapat menjawab sendiri pertanyaan pada judul tulisan ini. Selanjutnya apa komentar Anda tentang hal itu?

Apa yang dimaksud indikator pencapaian KD? Indikator pencapaian kompetensi adalah perilaku yang dapat diukur dan/atau diobservasi untuk menunjukkan ketercapaian kompetensi dasar tertentu yang menjadi acuan penilai­an mata pelajaran. Indikator pencapaian kompetensi dirumuskan dengan menggunakan kata kerja opera­sional yang dapat diamati dan diukur, yang mencakup pengetahuan, sikap, dan keterampilan (Standar Proses, 2007). Dalam hal ini indikator pencapaian kompetensi diartikan sebagai indikator pencapaian KD. Dengan demikian jelas bahwa indikator pencapaian KD adalah pernyataan yang menunjukkan tolok ukur atau penanda tercapainya suatu KD oleh siswa. Pada rumusan indikator pencapaian KD tercermin tuntutan kemampuan yang harus dicapai atau dikuasai siswa. Panduan Penyusunan KTSP (2006) dari BSNP juga menyatakan hal itu, yaitu bahwa indikator merupakan penanda pencapaian kompetensi dasar yang ditandai oleh perubahan perilaku yang dapat diukur yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Bagaimana cara mengembangkan indikator pencapaian KD? Perumusan indikator pencapaian KD dilakukan dengan menjabarkan standar kompetensi (SK) dan KD. Indikator dikembangkan sesuai dengan karakteristik peserta didik, mata pelajaran, satuan pendidikan, potensi daerah dan dirumuskan dalam kata kerja operasional yang terukur dan/atau dapat diobservasi. Indikator digunakan sebagai dasar untuk menyusun alat penilaian (BSNP, 2006). Dari pernyataan itu jelaslah bahwa rumusan indikator pencapaian KD harus terukur dan/atau dapat diobservasi, sehingga kata kerjanya harus operasional. Berkait dengan karakteristik peserta didik dan mata pelajaran, perumusan indikator pencapaian KD umumnya mempertimbangkan kondisi akademik siswa secara umum, dan karakteristik mata pelajaran. Berkait dengan satuan pendidikan, perumusan indikator pencapaain KD mempertimbangkan kondisi sekolah dari segi sarana prasarana, manajemen, maupun kemampuan para guru pada umumnya. Berkait dengan potensi daerah, perumusan indikator pencapaian KD mempertimbangkan kondisi daerah yang perlu diekspose dalam pembelajaran. Selanjutnya yang perlu dipikirkan dalam mengembangkan indikator pencapaian KD adalah seperti apa tuntutan kemampuan yang akan diterapkan kepada siswa kita. Mengapa? Tuntutan kemampuan yang dirumuskan pada indikator pencapaian KD menjadi tolok ukur untuk menentukan sejauh mana seorang siswa telah menguasai KD. Tuntutan kemampuan itu hendaknya memperhatikan karakteristik siswa, mata pelajaran, satuan pendidikan, dan potensi daerah. Dalam kaitan hal itu, Safari (2005: 21-24) menyatakan bahwa ada tiga kelompok indikator pencapaian KD yaitu: (1) indikator sangat penting (indikator kunci), (2) indikator cukup penting (indikator pendukung), dan (3) indikator kompleks. Selanjutnya pada uraian ini indikator sangat penting dinamai indikator kunci, indikator cukup penting dinamai indikator pendukung/jembatan dan indikator kompleks dinamai indikator kompleks/pengayaan.
Apa yang dimaksud indikator kunci? Safari (2005:21-22) menyatakan bahwa indikator kunci adalah indikator yang memenuhi syarat UKRK atau Urgensi, Kontinuitas, Relevansi dan Keterpakaian. Syarat urgensi dimaknai bahwa secara teoritis indikator itu harus dikuasai siswa. Syarat kontinuitas dimaknai bahwa indikator itu merupakan indikator lanjutan yang merupakan pendalaman dari satu atau lebih indikator yang sudah pernah dipelajari pada KD sebelumnya atau pada KD itu sendiri. Syarat relevansi dimaknai bahwa indikator itu diperlukan untuk mempelajari atau memahami mata pelajaran lain. Syarat keterpakaian dimaknai bahwa indikator itu memiliki nilai terapan tinggi dalam kehidupan sehari-hari. Ditinjau dari tuntutan kemampuan yang harus dikuasai siswa, indikator kunci menuntut kemampuan setara dengan kemampuan yang dirumuskan pada KD, sehingga tuntutannya mewakili tuntutan kemampuan KDnya. Kemampuan yang dituntut pada indikator kunci adalah kemampuan minimal dari KDnya, atau dengan kata lain target kemampuan minimal pada penguasaan suatu KD tercermin dalam indikator kunci. Kapan indikator kunci diterapkan? Indikator kunci adalah penanda pencapaian suatu KD dengan target minimal. Tuntutan kemampuan pada indikator kunci mewakili tuntutan kemampuan KDnya. Oleh karena itu apapun keadaan karakteristik siswa, mata pelajaran, satuan pendidikan, dan potensi daerah maka harus ada rumusan indikator kunci pada tiap KD. Apakah indikator kunci harus diujikan? Indikator kunci ini harus diuji dengan maksud untuk mengetahui tingkat pencapaian siswa terhadap KD. Pengujian melalui ulangan harian. Bila UKRKnya cukup tinggi maka selain pada ulangan harian dapat pula diujikan pada ulangan tengah semester atau ulangan akhir semester. Siswa dikatakan tuntas suatu KD bila minimal ia menguasai kemampuan yang dirumuskan pada indikator kunci.

Apa yang dimaksud indikator pendukung/jembatan? Safari (2005:23) menyatakan bahwa indikator pendukung merupakan indikator yang mendukung indikator kunci. Ditinjau dari tuntutan kemampuan yang harus dikuasai siswa, indikator pendukung mencerminkan kemampuan jembatan yang diperlukan dalam rangka menguasai kemampuan yang dirumuskan oleh indikator kunci, sehingga indikator pendukung boleh dinamai indikator jembatan. Kapan diperlukan indikator pendukung/jembatan? Indikator pendukung/jembatan mencerminkan kemampuan jembatan yang diperlukan dalam rangka menguasai kemampuan yang dirumuskan oleh indikator kunci. Kemampuan jembatan itu berhubungan dengan kemampuan prasyarat. Kemampuan prasyarat adalah kemampuan yang sebelumnya telah dipelajari siswa, dan kemampuan itu langsung berhubungan dengan kemampuan yang akan dipelajari. Mengingat materi matematika tersusun hirarkis sangat ketat, maka kemampuan prasyarat ini kedudukannya sangat penting. Siswa yang lemah dalam penguasaan kemampuan prasyarat hampir pasti akan lemah dalam kemampuan berikutnya. Dalam kaitan dengan pengelompokan indikator, kemampuan pada indikator pendukung/jembatan merupakan kemampuan prasyarat untuk penguasaan kemampuan pada indikator kunci dalam lingkup KD yang bersangkutan. Dengan demikian bila siswa Anda diprediksi pada umumnya cepat menguasai kemampuan yang dirumuskan oleh indikator kunci, Anda tidak perlu mendesain indikator pendukung/jembatan. Bila Anda memprediksi siswa Anda pada umumnya ’lemah’ dalam kemampuan prasyarat berkait dengan kemampuan pada indikator kunci, maka Anda sebaiknya mendesain indikator pendukung/jembatan. Apakah indikator pendukung/jembatan berhubungan dengan KD-KD sebelumnya? Materi matematika tersusun hirarkis sangat ketat sehingga dapat terjadi kemampuan prasyarat untuk indikator kunci terkait dengan kemampuan pada KD-KD yang telah dipelajari sebelumnya, namun dapat pula terkait dengan kemampuan pada KD bersangkutan yang sedang dipelajari. Kemampuan prasyarat untuk indikator kunci yang dirumuskan pada indikator pendukung/jembatan adalah kemampuan berkait dengan KD bersangkutan yang sedang dipelajari, bukan berkait dengan kemampuan pada KD-KD sebelumnya. Bila kemampuan prasyarat untuk indikator kunci berkait dengan kemampuan pada KD-KD sebelumnya yang telah dipelajari maka penguasaannya dideteksi (bukan diuji) dalam apersepsi pada kegiatan pendahuluan pembelajaran. Sedangkan kemampuan prasyarat untuk indikator kunci yang dirumuskan pada indikator pendukung/jembatan dibahas pada kegiatan inti pembelajaran dan tepatnya sebelum siswa belajar dengan tolok ukur indikator kunci. Apakah indikator pendukung/jembatan harus diujikan? Indikator pendukung/jembatan boleh tidak diujikan secara mandiri bila sudah terwakili oleh indikator kunci, karena pengujian diikutkan pada indikator kunci. Contoh: pada KD ”Menyelesaikan persamaan linear satu variabel (plsv)” di Kelas VII, dapat didesain indikator pendukung/jembatan: ”mengidentifikasi persamaan berbentuk plsv” dan indikator kunci:”menyelesaikan plsv”. Indikator pendukung/jembatan sebaiknya diuji sendiri, karena tak terwakili oleh indikator pendukung/jembatan. Karena menjadi modal atau prasyarat untuk menguasai kemampuan pada indikator kunci, maka sebaiknya pengujian indikator pendukung/jembatan dilakukan sebelum siswa belajar kemampuan yang berkait dengan indikator kunci, sehingga sebaiknya pengujian dilakukan sebelum ulangan harian. Pada Standar Penilaian Pendidikan dinyatakan bahwa ulangan harian adalah kegiatan yang dilakukan secara periodik untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik setelah menyelesaikan satu KD atau lebih.

Apa yang dimaksud indikator kompleks/pengayaan? Safari (2005:23-24) menyatakan bahwa indikator kompleks merupakan indikator yang memiliki tingkat kesulitan dan kerumitan yang tinggi. Pelaksanaannya menuntut: (a) kreativitas yang tinggi, (b) waktu yang cukup lama karena perlu pengulangan, (c) penalaran dan kecermatan siswa yang tinggi, (d) sarana dan prasarana sesuai tuntutan kompetensi yang harus dicapai. Ditinjau dari tuntutan kemampuan yang harus dikuasai siswa, indikator kompleks mencerminkan tuntutan kemampuan tambahan atau kemampuan yang sifatnya pengayaan dari target kemampuan minimal pada KDnya, sehingga indikator kompleks dapat dinamai indikator pengayaan. Kapan diperlukan indikator kompleks/pengayaan?. Karena memiliki tingkat kesulitan dan kerumitan tinggi, maka indikator kompleks/pengayaan diperlukan bila siswa dapat menguasai kemampuan yang dirumuskan pada indikator kunci dengan cepat dan mudah. Apakah indikator kompleks/pengayaan harus diujikan? Bila indikator kompleks/pengayaan tidak diterapkan untuk semua siswa maka penilaian dimaksudkan untuk mencermati seberapa jauh siswa yang mempelajarinya telah menguasainya, sehingga tidak harus diuji melalui ulangan harian. Bila kepada semua siswa diterapkan indikator kompleks/pengayaan maka indikator itu dapat diujikan melalui ulangan harian. Siswa yang dapat mencapainya berarti sudah memiliki kemampuan di atas target minimal.

Setelah Anda mencermati makna dari indikator pencapaian KD, cara mengembangkannya, pengelompokannya, dan kapan menerapkannya, semoga Anda sudah dapat menemukan jawaban dari pertanyaan pada judul tulisan ini. Bila jawaban Anda ’sudah’, selamat ya, dan terus tingkatkan kualitas kerja Anda sehingga semakin profesional. Bila jawaban Anda ’belum’, semoga dengan tulisan ini Anda terdorong untuk menyempurnakan indikator-indikator pencapaian KD pada silabus dan RPP yang Anda gunakan. Selanjutnya semoga Anda lebih berhati-hati dalam menerapkan indikator pencapaian KD kepada siswa-siswa Anda. Yakinlah, tidak akan sia-sia bila dari hari ke hari kita berusaha untuk semakin profesional dalam bekerja, apalagi bila kerja kita diniatkan untuk beribadah. Selamat berkarya.

Daftar Pustaka

Pemerintah RI. 2005. Standar Nasional Pendidikan (PP Nomor 19 Tahun 2005). Jakarta: Depdiknas
BSNP. 2006. Panduan Penyusunan KTSP. Jakarta: Depdiknas
Depdiknas.2006. Standar Isi Mata Pelajaran Matematika SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA (Permendiknas Nomor 23 Tahun 2006). Jakarta: Depdiknas.
_______ .2007. Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru (Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007). Jakarta: Depdiknas.
_______ .2007. Standar Penilaian Pendidikan (Permendiknas Nomor 20 Tahun 2007). Jakarta: Depdiknas.
_______ .2007. Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah (Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007). Jakarta: Depdiknas.
Safari. 2005. Penulisan Butir Soal Berdasarkan Penilaian Berbasis Kompetensi. Jakarta: Asosiasi Pengawas Sekolah Indonesia, Depdiknas.